Batu, 7/2/24. Menghadapi pembelajaran abad 21, MAN Kota Batu menggelar workshop yang diikuti oleh guru-guru MAN Kota Batu. Workshop dengan tema “Metode Pembelajaran Kolaboratif” ini menghadirkan Prof. Dr. Imam Suyitno, M. Pd, Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM). Kepala MAN Kota Batu, Farhadi menekankan para guru MAN Kota Batu untuk tidak pernah berhenti belajar. Selain pembelajaran di MAN Kota Batu sudah memulai digitalisasi, MAN Kota Batu juga sudah pernah melakukan pembelajaran kolaboratif Bersama MAN Surabaya dan MAN Ponorogo. Dengan workshop ini, Farhadi berharap bisa memberikan energi baru bagi semua guru untuk melakukan perubahan dalam pembelajaran untuk kemajuan madrasah.
Dipandu Yusna Afandi sebagai moderator, Imam mengawali materi dengan gambaran pembelajaran kolaboratif yang tak jauh beda dengan pembelajaran literatif, bagaimana menciptakan situasi belajar yang memancing siswa mampu berfikir kritis dalam menemukan hal baru. Ketika siswa mengalami kebingunan dalam belajar, disitu pula siswa akan berusaha untuk mencari solusinya. Menurut Imam, hal tersebut sesuai dengan kandungan surah Al-Insyiroh, yang menjelaskan jika ada satu kesulitan maka akan ada beberapa kemudahan.
Imam menjabarkan beberapa bentuk budaya guru. antara lain Individualism, Balkanization, Contrived Collegiality, Collaboration, dan Moving Mosaic (Hargreaves, 1992). Menurutnya saat ini, guru masih berada dibentuk Contrived Collegiality dan Collaboration. Di tahap Contrived Collegiality ini sudah terjadi kolaborasi yang ditentukan oleh manajemen, misalnya menentukan prosedur perencanaan bersama, konsultasi dan pengambilan keputusan, serta pandangan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Bentuk budaya ini sangat bermanfaat untuk masa-masa awal dalam membangun hubungan kolaboratif para guru. Kendati demikian, pada budaya ini belum bisa menjamin ketercapaian hasil, karena untuk membangun budaya kolaboratif memang tidak bisa melalui paksaan.
Sedangkan di tahap Collaboration, guru dapat memilih secara bebas dan saling mendukung dengan didasari saling percaya dan keterbukaan. Dalam budaya kolaboratif terdapat saling keterpaduan (intermixing) antara kehidupan pribadi dengan tugas-tugas profesional, saling menghargai, dan adanya toleransi atas perbedaan.
Tantangan pembelajaran abad 21 adalah banyaknya pekerjaan yang digantikan dengan robot dan AI sudah sering digunakan. Untuk menghadapi ini, guru harus berani out off the box, keluar dari zona nyaman selama ini. Dengan melihat ketika mereka mengetahui, membayangkan ketika mereka melihat, berfikir ketika mereka membayangkan, merasakan ketika mereka berfikir dan simbolkan ketika mereka merasakan. Dengan cara tersebut, maka akan terjadi pembelajaran yang lebih efektif.
Guru harus memiliki sikap aktif-kreatif karena masih menuju terdidik. Ketika sikap kreatif terbangun akan menerbitkan sebuah tulisan dari berbagai strategi dan metode pembelajaran yang dilakukan. Dari berbagai guru mata pelajaran bisa juga berkolaborasi dalam pembelajaran. Misalnya dari sebuah sapu guru Bahasa Indonesia bisa berkolaborasi dengan pembelajaran agama. Dari sapu siswa bisa mengaplikasikan bahwa kebersihan sebagian dari iman, guru Bahasa Indonesia meminta siswa untuk mendeskripsikan sebuah sapu.
Menurut Imam, kelemahan para guru saat ini adalah memiliki keinginan akan berubah, tetapi sulit untuk diubah. Terlalu mengesampingkan hal-hal kecil karena menganggapnya tidak berguna dan siswa terbiasa dengan budaya fast food dan sering dihinggapi virus mental block. Kurikulum saat ini adalah curriculum content dimana pembelajaran bersifat kontekstual sesuai dengan kebutuhan siswa. Pembelajaran saat ini tidak harus didalam kelas, tetapi bisa diluar kelas juga. Pembelajaran kolaboratif bukan berarti banyak tugas, namun siswa harus tampil dalam proses pembelajaran sebagai pelaku.
Menyinggung tentang penddikan karatkter, Imam menekankan bahwa karakter bukan pengetahuan, karakter adalah sikap. Dalam membentuk karakter, sikap tidak hanya diberi pengetahuan, tetapi harus berkelanjutan dan dibiasakan. Untuk membiasakan karakter semua guru harus berupaya untuk menanamkan dan membiasakan karakter baik. Intinya guru harus ada kebersamaan dalam menangani karakter siswa, maka harus ada patokan yang disepakati semua guru, sehingga tidak terjadi ketimpangan saat menangani siswa.
Diakhir materi Imam memberikan pesan bahwa guru tidak bisa membuat siswa pandai, guru adalah menciptakan lingkungan agar siswa tertarik untuk belajar. Bahwa iklim dan lingkungan belajar itu tercipta & diciptakan. Lingkungan berpotensi menjadi media dan sumber belajar yang efektif bagi siswa. Pelajar selalu berada dan secara aktif berkolaborasi dengan lingkungan, berinteraksi dengan lingkungan, memperoleh pengalaman baru dari lingkungan, menghadapi persoalan dan menemukan solusi di lingkungan, memperoleh kedewasaan karena lingkungan. Maka, ciptakanlah lingkungan belajar bagi siswa agar mereka menyenangi dan tertarik belajar. Sehingga guru mampu menyiapkan SDM terdidik untuk menghadapi tantangan kehidupan lokal, regional, nasional, internasional. Mengupayakan lulusan tidak hanya menguasai teori, tetapi mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial. Menjadikan lulusan tidak hanya mampu menerapkan ilmu, tetapi juga mampu memecahkan berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari.